Indonesia Dorong Penggunaan LNG untuk Gantikan Solar di Pembangkit Listrik

Setelah satu dekade mengalami hambatan, Indonesia kini meluncurkan proyek distribusi gas alam cair (LNG) senilai 1,5 miliar dolar AS dalam skala kecil. Proyek ini dirancang untuk memasok puluhan pembangkit listrik yang saat ini masih mengandalkan bahan bakar solar melalui model distribusi terpusat dan terhubung di berbagai pulau di Nusantara.

Tujuan utama proyek ini adalah mengurangi ketergantungan pada impor solar yang mahal, meningkatkan ketahanan energi nasional, serta menekan biaya impor bahan bakar dengan beralih ke gas yang diproduksi di dalam negeri.

PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI), anak usaha dari perusahaan listrik negara PLN, kini mengambil alih kepemimpinan proyek ini setelah sebelumnya ditangani oleh Pertamina. Gagalnya proyek sebelumnya disebabkan oleh risiko harga LNG yang tidak stabil dan kurangnya dukungan pembiayaan infrastruktur.

Tantangan utama bagi PLN EPI adalah menjamin pasokan LNG yang cukup serta mengelola biaya pembangunan infrastruktur untuk mendistribusikan LNG dalam volume kecil dan mengubahnya kembali menjadi gas bagi pembangkit listrik. Jika proyek ini sukses, ada kemungkinan Indonesia, yang saat ini merupakan eksportir LNG terbesar ketujuh di dunia, akan mulai mengimpor LNG dalam beberapa tahun ke depan.

“Kami bertanggung jawab menyediakan LNG, dan kami berupaya untuk mendapatkan lebih banyak pasokan LNG domestik untuk proyek ini,” ujar Rakhmad Dewanto, Direktur Bahan Bakar dan Gas PLN EPI.

Saat ini, PLN EPI menerima sekitar 60 kargo LNG per tahun untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik berbahan bakar gas. Namun, permintaan tahun lalu mencapai 84 kargo, dengan kekurangan yang diisi dari pasokan LNG spot dari proyek-proyek gas domestik. Dengan adanya proyek konversi bahan bakar ini, kesenjangan pasokan akan meningkat lebih dari dua kali lipat, membutuhkan tambahan minimal 29 kargo LNG, atau sekitar 2 juta ton, yang akan meningkatkan permintaan gas nasional sebesar 6% dibandingkan tahun lalu.

“Kami sedang berdiskusi dengan operator proyek dalam negeri. Jika masih terjadi kekurangan, kami akan mengajukan izin impor kepada pemerintah,” tambah Rakhmad.

Indonesia mengekspor sekitar 15,3 juta ton gas tahun lalu, sebagian besar dalam bentuk LNG. Namun, banyak produksi dari proyek LNG utama seperti Tangguh Fase 3, Bontang, dan Sengkang telah dialokasikan untuk konsumsi domestik.

Model Distribusi LNG Terpusat

Proyek ini akan mendistribusikan LNG ke berbagai pulau, khususnya di Indonesia bagian timur, dalam kelompok-kelompok wilayah. Setiap kelompok akan memiliki terminal penerima utama, dari mana LNG akan diangkut menggunakan kapal kecil ke fasilitas regasifikasi yang akan memasok gas ke pembangkit listrik.

Hingga saat ini, PLN EPI telah menyelesaikan tender untuk infrastruktur di empat kelompok wilayah, mencakup 41 pembangkit listrik baru dan yang sudah ada dengan total kapasitas 2.148 megawatt (MW). PLN EPI juga berencana membuka satu tender tambahan tahun depan untuk kelompok kelima, dengan target operasional dimulai antara akhir 2026 hingga 2027.

Menurut Rakhmad, keempat kelompok yang telah memenangkan tender diharapkan mengambil keputusan investasi akhir tahun ini. Jika berjalan sesuai rencana, proyek ini akan menggantikan sekitar 2,3 juta kiloliter bahan bakar solar, dengan potensi penghematan hingga 300 juta dolar AS per tahun atau sekitar 6% dari total nilai impor solar tahun lalu.

Perusahaan infrastruktur LNG AG&P, yang terlibat dalam salah satu kelompok proyek, memperkirakan bahwa permintaan gas di Indonesia akan meningkat dengan sangat cepat dan negara ini mungkin harus mulai mengimpor LNG untuk memenuhi kebutuhannya di masa depan.