Langkah Besar Pemerintah dalam Sektor Sawit
Pemerintah Indonesia pada hari Rabu resmi menyerahkan hampir 400.000 hektare lahan sawit yang sebelumnya disita kepada Agrinas Palma Nusantara. Dengan penyerahan ini, perusahaan milik negara yang baru dibentuk itu mendapatkan land bank yang sangat besar, sehingga berpotensi menjadi salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia.
Lahan-lahan sawit tersebut sebelumnya disita oleh Satgas Kehutanan karena diduga beroperasi secara ilegal di kawasan hutan yang telah ditetapkan pemerintah. Hal ini disampaikan oleh Febrie Adriansyah, pejabat senior di Kejaksaan Agung yang juga anggota satgas tersebut.
Agrinas: Perusahaan Baru dengan Pertumbuhan Pesat
Agrinas Palma Nusantara sendiri merupakan perusahaan kelapa sawit yang dibentuk pada Januari lalu melalui restrukturisasi sebuah perusahaan jasa infrastruktur, sebagai bagian dari kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sejak Maret, Agrinas sudah mengelola sekitar 221.000 hektare perkebunan atas nama Kejaksaan Agung, sementara pemerintah masih memproses kasus pencucian uang yang melibatkan pemilik sebelumnya, Grup Duta Palma.
Sisa lahan yang kini dikelola Agrinas merupakan hasil penyerahan dari Satgas Kehutanan. Dengan tambahan lahan baru ini, total lahan yang dikelola Agrinas telah melampaui 833.000 hektare. Penyerahan lahan seluas 394.547 hektare ini mencakup wilayah Kalimantan Tengah di Pulau Borneo, serta Riau, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan. Lahan tersebut sebelumnya dikendalikan oleh 232 perusahaan, namun pemerintah tidak mengungkapkan nama-nama perusahaan tersebut.
Tantangan Pengelolaan dan Potensi Produksi
CEO Agrinas, Agus Sutomo, menyampaikan bahwa pihaknya masih melakukan penilaian kondisi tiap-tiap lahan sawit yang diterima. Dari 484.000 hektare lahan yang telah didata, sekitar 271.000 hektare dinyatakan produktif, sementara sisanya berada dalam kondisi yang bervariasi—sebagian mengalami kerusakan.
Saat ini, Agrinas mampu memproduksi sekitar 6.000 ton tandan buah segar per hari. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, yang juga memimpin Satgas Kehutanan, mengungkapkan bahwa hingga saat ini pemerintah telah menyita lebih dari 2 juta hektare perkebunan ilegal di kawasan hutan di seluruh Indonesia, baik berupa sawit maupun tanaman lain.
Ekspor Sawit Indonesia ke Amerika Serikat Terancam Turun
Di sisi lain, ekspor produk sawit Indonesia ke Amerika Serikat diprediksi menurun akibat rencana penerapan tarif sebesar 32 persen terhadap barang asal Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Hadi Sugeng.
Sawit merupakan salah satu komoditas utama ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Jika tarif tersebut diberlakukan, pengiriman sawit ke Negeri Paman Sam diperkirakan bisa turun hingga 15 hingga 20 persen dari rata-rata 2,25 juta ton per tahun dalam tiga tahun terakhir.
Pada tahun 2024, total ekspor produk sawit Indonesia mencapai 29,5 juta ton. Hadi menegaskan, daya saing minyak sawit Indonesia akan semakin tergerus, apalagi jika minyak nabati lain seperti minyak kedelai dan canola dikenakan tarif lebih rendah.
Produk sawit Indonesia selama ini memenuhi sekitar 85 persen kebutuhan impor sawit Amerika Serikat. Namun, dengan adanya perbedaan tarif, produk sawit Malaysia berpotensi mengambil alih pangsa pasar Indonesia di Amerika.
Langkah Diplomasi ke Amerika Serikat
Menghadapi situasi ini, negosiator utama Indonesia dijadwalkan berangkat ke Washington untuk melakukan pembicaraan dengan perwakilan perdagangan Amerika Serikat, sebagaimana disampaikan oleh pejabat Kementerian Perekonomian. Pemerintah berharap bisa mencari solusi agar ekspor sawit Indonesia tetap kompetitif di pasar internasional.