Rahman Sabon : Perpanjangan Masa Jabatan KPK Akibat Merosotnya Nasionalisme dan Dekadensi Moral Melanda Pemerintahan Joko Widodo

0

Kopatas.news | Jakarta – Dr.Rahman Sabon Nama ketua umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas perpanjangan masa jabatan KPK dibawah pimpinan Firly Bahuri dari empat tahun menjadi lima tahun . Menurutnya akrobatik putusan hukum tsb merupakan tragedi yang berdampak pada tumpulnya penegakan pemberantasan korupsi. (29/5/2023)

Putusan MK yg kontroversial tersebut akibat dari merosotnya nasionalisme dan dekadensi moral telah merambah merusak tananan kehidupan berbangsa dan bernegara pemerintahan Joko Widodo. Menjadi pertanyaan Publik kenapa dipenghujung kekusaannya Presiden Joko Widodo menerabas konstitusi dan UU dengan memperpanjang masa jabatan komisioner KPK,..? ditengah menurunnya kinerja dan kepercayaan publik pada KPK dibawah kepemimpinan Firly Bahuri.

Muncul kencurigaan dan pertanyaan rakyat apakah akibat banyak dosa korupsi yang dilakukan sehingga Jokowi kian merasa tidak nyaman ketika lengser…?

Tapi itulah yang menjadi legacy presiden Joko Widodo …kata Rahman dan saya kira menjadi catatan hitam dalam perjalanan sejarah Indonesia, presiden Joko Widodo menjadi satu2nya presiden yang dirundung ketakutan.luar biasa menjelang akhir masa jabatannya.
Alumnus Lemhanas RI itu menyayangkan kenapa presiden Joko Widodo terjebak dengan putusan yang justru menjerumuskan dirinya dari elit kekuasaan dilingkungan dekat presiden, karena di sinilah justru Jokowi menunjukkan dirinya bergelimang dosa dosa pada rakyat yaitu dosa politik, dosa hukum dan dosa konstitusi tuturnya.
Apabila putusan atas perpanjangan masa jabatan KPK ini dibiarkan dan didiamkan pemerintah, maka Mahkamah Konstitusi pun dapat memutuskan untuk perpanjangan jabatan Joko Widodo untuk masa jabatan satu tahun lagi.

Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) Itu mengatakan seolah2 Jokowi secara tidak sadar telah melecehkan kemampuan Sumber Daya Manusia SDM Indonesia ,karena banyak ahli hukum dan keuangan bermoral agama antri menunggu menggati konisioner KPK yg sudah akan berakhir masa tugasnya.
Banyaklah stok SDM kita yang pumpuni pinter2 dan jujur punya komitmen dalam penegakan supremasi hukum untuk memerangi kejahatan korupsi bagi terciptanya pemerintahan yg bersih dan berwibawa jelas Rahman.

Melalui PDKN publik mempertanyakan apakah perpanjangan jabatan KPK oleh Mahkamah Konstitusi adalah merupakan siasat pemerintah untuk kanalisasi kejahatan korupsi yang marak merajalela dimana2 terbongkar, seperti mega skandal korupsi 345 trilyun kementrian keuangan
,skandal korupsi 8 trilyun Menkominfo dan Skandal Polri Sambo Cs dilakukan menjelang kontestasi Pilpres 2024.

Oleh karena itu Rahman menyarankan agar menjelang berakhir masa jabatan presiden Joko Widodo seharusnya fokus memperbaiki pemerintahannya terutama pemberantasan korupsi dan KKN dengan mengganti komisioner KPK yang baru dan bukan memperpanjang jabatannya
Kami berpandangan janganlah mengorbankan kepentingan negara dan rakyat Indonesia hanya untuk menutupi kerugian negara akibat kejahatan ekonomi oleh koruptor negara yang menilep uang negara yang merugikan rakyat Indonesia.

Maraknya korupsi yang terjadi hampir disemua kementrian dan lembaga diperlukan pimpinan KPK yang baru untuk melakukan penyidikan terkait korupsi kebijakan diduga gratifikasi kebijakan atas kebijakan pertanahan yaitu Permen No.21 tahun 2020 dan Permen No.6 tahun 2023 yang melindungi mafia tanah .
Penerbitan ijin kepemilikan HGB dan HGU di Ibukota IKN selama 80 tahun secara eksplisit diduga tidak terlepas dengan Permen diatas sehingga berakibat kasus tanah2 rakyat dirampok para oligarki dan mafia tanah diberbagai daerah Indonesia harus ditangani secara serius oleh KPK pinta Rahman.

Oleh karena itu ketua umum PDKN yang juga adalah ketua umum Asosiasi Pedagang Dan Tani Tanaman Pangan Dan Holtikultura Indonesia (APT2PHI) itu meminta agar KPK lakukan penyidikan atas dugaan korupsi kebijakan bidang pertanahan karena rasio
ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah saat ini 67 % (prosen) justru telah dikuasai oligarki WNI China Tiongkok ditengah berbagai kasus2 tanah masyarakat yang dicaplok mereka tidak tersentuh hukum. Diperlukan KPK energi baru untuk menyelidiki kepemilikan atas tanah tsb tutur Rahman Sabon Nama .(Dr. Rahman Sabon Nama)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *